Kamis, 18 Juli 2013

GELANGGANG SAJAK : Alex R. Nainggolan (Sabtu, 6 Juli 2013)


Curam Tubuh

di curam tubuhmu aku berhenti melangkah
menghadapi tikungan yang buram
tumpukan kerikil
setapak yang hilang jejak
lenyap di rimbun dirimu

seperti malam, kuseka semua sedih
bulan mendingin
percakapan patung
luput dihitung

menghitung gugur jam
juga resahmu yang mendadak muram
tak ada yang bisa kurenangi
bundar korneamu
menjelma pematik api
yang terkunci

di curam tubuhmu
denyutku berhenti
cakap merayap
ke segala pengap

aku hanya diam di sini
setiap terjal yang memenggal
tak lengkap membaca arah
entah sampai berapa lama

2011


Kamar

berapa kali aku terbungkus sunyi?
memendam segenap cakap
saat tayangan televisi berisi igau
dan fragmen mendadak payau
meski telah selesai kurapikan tumpukan buku
atau pakaian kotor sekaligus selimut
tapi wajahmu acap kerut
kita kembali berhenti
tenggelam bersama lelah

mungkin perlu kupinjam wangi aroma terapi
sekadar menjemput kerutmu
suapaya luput dari segala carut

2011


Bayangan Hujan

bayangan hujan singgah di retina
dirapalnya sisa doa dan duka kemarau
merebut helai-helai angin yang gelisah
kerumun orang membelah arah
lupa pada pangkal rumah
menyisiri sisa letih
dari lompatan cemas yang dingin

lalu kotapun merebut riuh
lengang dihempas genangan
tiba-tiba rinduku runcing padamu

2011



Tangis Rumah

tangis rumah membasah
ruangan senyap
hanya sayup sinetron di tepi tv
aku mengalungkan ingatan
mengingat batukmu yang rejan di pagi hari

barangkali ada yang mesti diselesaikan
sebelum langkah hari semakin tinggi
dan kenangan menjelma api

2011


Legam

ia telah legam. bahkan ketika kaucoba sandingkan dengan malam. semua kenangan terhapus. menelusup ke setiap bencana. setiap kali engkau sembunyi pada remah marah atau gelisah. tak ada yang bisa disibak, seperti sekejap berlari namun tak pernah tiba di alamat. hanya ada baris ingatan, segala igau merayap ke dalam. ia telah legam. semacam malam.

2011



Suara di Kejauhan

sayup-sayup, merebut malam yang tumbuh. engkau setengah berlari, menghampiri juga memunguti sepi. lalu kalung yang kaukenakan menyala. "ini batu zefir," ucapmu-- keringat di pangkal leher. rapat ke tengah kepala. lalu ada tangis, ledakan, atau lalu lalang kendaraan. hanya kedap yang tak lengkap ditangkap. meski bertahun kaueja, dalam setiap alifmu. yang terus bergema di kejauhan. merebut segala cemas yang sekejap memanas.


2011


Alex R. Nainggolan, lahir di Jakarta, 16 Januari 1982. Menyelesaikan studi di FE Unila jurusan Manajemen. Tulisan berupa cerpen, puisi, esai, tinjauan buku sempat nyasar di Majalah Sastra Horison, Jurnal Puisi, Kompas, Republika, Jurnal Nasional, Suara Pembaruan, Jawa Pos, Seputar Indonesia, Sabili, Annida, Matabaca, Surabaya News, Lampung Post, Sriwijaya Post, Riau Pos, Suara Karya, Bangka Pos, NOVA, On/Off, Majalah e Squire, Majalah Femina, www.sastradigital.com, www.angsoduo.net, Majalah Sagang Riau, dll. Pernah dipercaya sebagai Pemimpin Redaksi di LPM PILAR FE Unila.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar