Ruangku?
Kau
menambah guratan sesal
Cerita
nakal merambah di sekitar dara
Kejenuhan
mematuk diri karena wajahmu yang terlalu bersih, sepertinya
Menyentuh lembut tanpa suara
Muasalmu kau kata jauh
Dan ini takdir aku dan kamu
Lantas bagaimana dengan bulan
Ucapnya kau tak sekawan badan
Kita beda ruang lahir
Ruangmu abstrak penuh kebebasan
Dan ruangku kesederhanaan yang kaya keragaman
Tapi, benarkah ini ruangku?
Ranah Kompak, Oktober 2012
Perceraian
Ranah
Kelak ketika melati usai menabur wangi
Tanah ini akan malu pada laut
Penduduknya terseruput maut
Sebab kerja dia semrawut, bercerai pada lembut
Hanya kesendirian menghadap masa
Tak berpayung tak pula bersama
Rintik kecil, angin dan terik dijamu sendiri
Kata rujuk tertolak bisu melambai halus permisi
Perjumpaan telah luan mematikan diri jadi sunyi
Ranah Kompak, Oktober 2012
Cekokan
Angin
Serupa kelam kau diam
Mematut senyum dengan keengganan
Dari mana muasal pendustaan
Yang undang gerak tak
melincah senada
Tak seorang pula, katamu
Tak punya debar tak miliki jiwa
Apakah dia angin yang menyasar
Mencekokimu dengan kebekuan
Sungguh, aku pun hanya dapat diam di kediamanmu yang
dalam
Ranah Kompak, Oktober 2012
Beda Jadi
Jarak
Lagi-lagi gubuk kita menyentuh tanah
Saat kita berpesta pada senja serta burung-burung nyata
dengan kerja keras sejak fajar
Apa kau lupa menitipnya pada tetangga?
Setidaknya dapat tertilik mereka
Mereka mengaku tak tahu
Tapi kita tetap bersama, mereka berbeda
Mungkin kita terlalu sederhana dan mereka tak percaya
Ranah Kompak, Oktober 2012
Lupa Jamuan
Sudah sepekan senja sewarna hitam
Jingga sewarna lebam
Malam pekat jadi kekejaman yang patut dihindari
Ke mana mentari merantau
Ke mana pula pelangi berjalan
Apakah semua lupa perjamuan
Sekian hari kutilik tak ada peruhan
Rupa-rupa mereka telah tergadai di seberang lautan
Ranah Kompak, Oktober 2012
Jiwa yang Menciut
Wajah bumi mulai menua
Tanah coklat menjadi berwarna
Ditimpa senja tak berupa apa
basah embun pun tak dapat
merata
Jiwa menciut karena sebabnya
Mencari tempat tuk mendapatkan
nikmatNya
Segala sesal datang sekejap
saja
Lalu, seletah itu mulai bermain
ria
Berlari-lari, berkeliling
Memungut sampah dengan tangan
kotor penuh nanah
Ranah KOMPAK- FKIP UMSU, 2012
Warna-Warni Pikir Manusia
Menghening, berbeda tempat
berbeda nuansa
Itulah nyata
Bersandar, mengirim batin ke arah
berwarna
Pelangi. Itulah pikir manusia
Esok-esoknya,
Hati telah terlanjur merambah
semua
Melampiaskan kegalauan yang
sempurna
Tanpa sadar rayu wewangian
dunia merampas kesadarannya
Dan akhirnya ia giat mencari
kepuasan,
Kepuasan yang tak kunjung usai
meski rumput berubah keemasan
Ranah KOMPAK- FKIP UMSU, 2012
Disebut Diam Mulia
Masih belajar bercakap
Ataukah sengaja mengurangi
cakap
Atau apakah memang gagap?
Ya, hilang harga diri lebih
rela
Katanya mati
diam lebih mulia
Namun suara
tetaplah suara
Rangkaian kejujuran haruslah
saling bersambut rata
Ahk, raiblah semua karena diam
yang katanya mulia.
Ranah KOMPAK- FKIP UMSU, 2012
Suaranya jatuh
Suaranya, jatuh di pangkuan
bumi
Tangannya, mengambang di antara
tanah dan awan
Matanya, sayu mencekung ke dalam
Bibirnya, getir mengucap
asmaNya
Nama satu terus disebut
Tanpa takut ia cukur semua
kalut
Ambruk.
Melemah sebab banyak tertawa
Ranah KOMPAK- FKIP UMSU, 2012
Wajah Wanita
Wanita berwajah galau
Mencium rindu setiap malam
Mengintip kenangan dari jalur
kanan
Benci melihat orang tumpang
tindih bercerita kisah lampau
Aduh, wanita berwajah galau
Terlalu banyak sayatan di pergelangan
tanganmu
Putih kulitmu terkotori
garis-garis memanjang merah warnanya
Jangan tertawa!
Kutip saja sisa suka di tikungan
taman bunga
Cari wajah ceriamu yang kau
jatuhkan saat dia mengirim kabar bahwa semua sudah selesai.
Ranah KOMPAK- FKIP UMSU, 2012
Menembus Tanah, Mengucur Nanah
Senja telah sempurna rupanya
Silaunya membias bumi juga raga
Bahkan tulang-tulang dibawah
tanah.
Ah, bau
Ada nanah mengucur dari tubuhmu
Sudah matikah kau?
Diman aku?
Siapa dia, dia?
Ranah KOMPAK- FKIP UMSU, 2012
Winda
Prihartin. Biasa dipanggil Winda. Lahir pada tanggal 28 September 1992 di Medan
tepatnya Medan Marelan. Saat ini tinggal di Tanah Enam Ratus Medan Marelan dan
berkuliah di Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), FKIP Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar