B
|
ALAI Bahasa Provinsi Sumatera Utara, Sabtu
(07/12/2013) ini menggelar seminar kebahasaan di Hotel Karibia Boutique Jalan
Timor Medan, bertopik ”Haruskah bahasa
Indonesia disingkirkan sebagai tuan rumah di negeri sendiri?” Topik ini sangat
menggelitik, sehingga kita pun bertanya : Milik siapakah sebenarnya bahasa
Indonesia ini?
Kalau
kita melihat fakta di lapangan, perhatian dan kepedulian kita untuk menggunakan
bahasa Indonesia dengan baik dan benar, secara jujur harus diakui belum sesuai
harapan.
Keluhan tentang rendahnya mutu pemakaian
bahasa Indonesia sudah lama terdengar. Ironisnya, belum juga ada kemauan baik
untuk menggunakan sekaligus meningkatkan mutu berbahasa.
Tidak sedikit kita mendengar bahasa para
pejabat yang rancu dan payah kosakatanya sehingga menimbulkan kesalahpahaman
dalam penafsiran. Tidak jarang kita mendengar tokoh-tokoh publik yang begitu
mudah melakukan manipulasi bahasa.
Yang lebih mencemaskan, kita masih terlalu
mengagungkan nilai-nilai modern sehingga merasa lebih terhormat dan terpelajar
jika dalam bertutur menyelipkan setumpuk istilah asing yang sudah ada
padanannya dalam bahasa Indonesia. Memang, bahasa Indonesia tidak
antimodernisasi.
Bahasa kita cukup terbuka terhadap
pengaruh bahasa asing. Akan tetapi, rasa rendah diri (inferior) yang berlebihan
dalam menggunakan bahasa sendiri justru mencerminkan sikap masa bodoh yang bisa
melunturkan kesetiaan, kecintaan, dan kebanggaan terhadap bahasa sendiri.
Berdasarkan fenomena di atas, akhirnya pemerintah melalui Menteri
Dalam Negeri mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 40 Tahun 2007,
tanggal 21 Agustus 2007, tentang pedoman bagi kepala daerah dalam pelestarian
dan pengembangan bahasa negara dan bahasa daerah. Permendagri ini memuat 6 Bab
dan 9 pasal.
Inti dari Permendagri Nomor 40 Tahun 2007
ini adalah pada Bab II, yaitu mengenai tugas kepala daerah, yang termuat dalam
pasal 2, yang berbunyi, “Kepala daerah bertugas melaksanakan: a) pelestarian dan
pengutamaan penggunaan bahasa Negara di daerah; b) pelestarian dan pengembangan
bahasa daerah sebagai unsur kekayaan budaya dan sebagai sumber utama pembentuk
kosakata bahasa Indonesia; c) sosialisasi penggunaan bahasa negara sebagai
bahasa pengantar dalam kegiatan pendidikan/belajar mengajar, forum pertemuan
resmi pemerintah dan pemerintahan daerah, surat menyurat resmi/kedinasan, dan
dalam kegiatan lembaga/badan usaha swasta serta organisasi kemasyarakatan di
daerah.”
Pasal 3, kepala daerah a) melakukan
koordinasi antar-lembaga dalam pengutamaan penggunaan bahasa negara atas
bahasa-bahasa lainnya pada berbagai forum resmi di daerah; b) menerbitkan
petunjuk kepada seluruh aparatur di daerah dalam menertibkan penggunaan bahasa
di ruang publik, termasuk papan nama instansi/lembaga/badan usaha/badan sosial,
petunjuk jalan dan iklan, dengan pengutamaan penggunaan bahasa negara; c)
memberikan fasilitas untuk pelestarian dan pengembangan bahasa negara dan
bahasa daerah; d) bekerja sama dengan instansi vertikal di daerah yang tugasnya
melakukan pengkajian, pengembangan, dan pembinaan kebahasaan.
Selanjutnya pada Bab IV
Pemantauan dan Evaluasi, Pasal 7, ayat (2) berbunyi, “Untuk melaksanakan
evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), gubernur membentuk tim evaluasi
yang dipimpin oleh pejabat dari unsur sekretariat daerah dibantu oleh pejabat
dari satuan kerja perangkat daerah yang menangani urusan kesatuan bangsa dan
politik sebagai sekretaris tim dengan beranggotakan pejabat dari unsur satuan
kerja terkait dan instansi vertikal yang menangani kajian, pengembangan, dan
pembinaan kebahasaan.”
Sudahkah Pemerintah
Provinsi Sumatera Utara tergerak membentuknya. Mari kita tunggu gebrakan Gubernur
dan Wakil Gubernur Sumatera Utara yang baru ini. Bagaimana komitmen mereka
terhadap bahasa Indonesia dan bahasa daerah?
Mudah-mudahan melalui
seminar yang diadakan Balai Bahasa Sumatera Utara pertanyaan tersebut dapat
terjawab. Apalagi, akan tampil sebagai narasumber Kepala Badan Kesatuan Bangsa,
Politi, dan Pelin dungan Masyarakat (Kesbanglinmas) Drs. Eddy Sofyan, MAP,
Wakil Ketua DPRD Sumatera Utara Ir. Kamaluddin Harahap, M.Si., Kepala Balai
Bahasa Sumatera Utara Dr. Tengku
Syarfina, M.Hum., dan Kepala Badan Bahasa Kemdikbud Prof. Dr. Mahsun, M.S.
Semoga. ***
|
Winarti adalah novelis serta dosen
Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UMSU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar