Selasa, 14 Februari 2012

CORONG (Sabtu, 3 Desember 2011)


KALA SUMATERA

 Suyadi San


P
ada 28-30 November barusan, penulis mengikuti Kala Sumatera II di Hotel Wisma Chandra, Tanjungkarang, Lampung. Kala Sumatera II  merupakan program lanjutan Kala Sumatera I yang sukses dilaksanakan Teater Satu Lampung dalam periode 2008/2009. 
Aktivitas program masih meneruskan bentuk-bentuk kegiatan yang telah dilaksanakan pada Kala Sumatera I, yakni: Diskusi, Lokakarya, Pelatihan, Pergelaran karya, Evaluasi, dan Penerbitan Buku.
            Kala Sumatera II  adalah sebuah proyek  pemberdayaan kelompok-kelompok dan seniman teater dan LSM Perempuan di Sumatera yang digagas Teater Satu Lampung bekerjasama dengan  HIVOS, Belanda.  Secara umum proyek ini masih sama dengan proyek sebelumnya  yang terdiri atas tiga program utama: Jaringan Teater Sumatera, Panggung Perempuan Sumatera, dan Penerbitan Buku.
            Di antara program JTS II 2011/2012 ini, penulis kebetulan mengikuti materi pelatihan riset artistik terhadap teater tradisional bersumber pada legenda. Penggalian/penelitian legenda-legenda rakyat di Sumatera akan menjadi bahan penciptaan karya (pergelaran karya) dengan pendekatan dan tafsir yang baru.
            Materi program ini dipilih sebagai “wacana tandingan” bagi lakon-lakon kontemporer yang berkembang di Sumatera yang makin kehilangan isu. Selain itu, sebagai upaya untuk merawat segala sesuatu yang khas, unik, dan membumi dari tradisi dengan sikap yang lebih kritis dan tidak kehilangan kontekstualisasinya dengan zaman kini.
            Materi ini juga dapat mengatasi kejenuhan terhadap keterbatasan bahan pertunjukan atau terhadap  lakon-lakon pertunjukan yang telah terlalu sering dimainkan. Riset ini akan berlangsung Desember 2011 hingga Februari 2012 di masing-masing daerah di Sumatera. Namun, peserta akan memresentasekan proposal sietnya pada 28-29 November di Bandarlampung.
            Muara dari riset tersebut adalah festival atau pergelaran teater bersumber dari legenda se-Sumatera diberi nama Festoival Legenda se-Sumatera yang berlangsung Maret 2012 di Bandarlampung. Program ini merupakan bentuk pergelaran karya/pementasan, namun lebih memiliki bobot tema dan wacana spesifik berdasarkan penelitian/penggalian terhadap legenda-legenda rakyat di Sumatera. 
Mengapa teater? Pergelaran teater merupakan ajang seniman penggiat teater, untuk lebih termotivasi berkarya dan mengekspresikan kemampuan seni panggung secara profesional. Pergelaran teater dapat menggali berbagai nilai seni dan budaya, terutama seni pentas tradisional, yang akan memperkaya khasanah seni budaya Nusantara, sehingga budaya Nusantara akan menjadi tuan di rumahnya sendiri.
Selain itu, pergelaran teater juga dimaksudkan agar para pelaku seni teater dapat memiliki ruang yang bebas, sehingga dapat memberikan kritik dan saran konstruktif. Para pengambil kebijakan pun diharapkan dapat menerima masukan dari kritik dan saran yang diberikan setiap pergelaran teater.
Apabila hal tersebut dapat dilakukan, pergelaran teater bukan saja membawa misi sosial, ekonomi, dan politik, tetapi akan semakin penting dan strategis dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Oleh karena itu,  di samping berperan untuk menggali nilai-nilai seni budaya yang kita miliki, seni teater juga dapat berperan mendorong terwujudnya pembangunan manusia seutuhnya. Begitulah... ***

GELANGGANG SAJAK (Sabtu, 3 Desember 2011)


GELANGGANG SAJAK

BUKTI DAN SAKSI KEBERADAAN


kitalah bukti dan saksi pencurian hasil bumi
darat dan laut beroramakan penghianatan
kayu-kayu tak dibiarkan menetapi tanahnya
ikan-ikan merenangi lautan asing

kitalah bukti dan saksi perdagangan harga diri
ribuan paduan suara menyanyikan lagu kebangsaan
: INDONESIA RAYA, sumbang!
sanjungan untuk inspektur upacara kemerdekaan
:penghianat yang lari dari medan perang itu

bangsa ini kawan, lahir dari darah dan airmata
tigaratus limapuluh tahun sejarah perjuangan terbentang
nenek moyangmu gugur di hutan, tenggelam di dasar lautan
kita menjadi bukti dan saksi anak cucu pejuang menjadi pecundang!

bangkit!
bangkit sebelum bangsa ini menjadi panggung lelucon
hentikan kepura-puraan dalam upacara kemerdekaan
bungkam suara-suara sumbang yang diperdagangkan
kita, kita kawan yang tertinggal dalam bentang keberadaan

CILEGON-BANTEN
28-11-11


Lastri Bako :

BIARLAH


Matikan saja lampu itu, Ayah
aku bertanggung jawab atas lampu dan pintu
aku ingin berlama-lama di luar sini
bermain dengan angin malam
menerawang jauh ke langit
memerhatikan pohon-pohon  melambai-lambai
menunggu hujan menerpa......

Jangan pikirkan aku, Ayah
ada nyamuk yang menjagaku di sini
ada bunga yang siap menungguku
ada cicak yang siap mengomentari
setiap jerit hatiku,

Jangan tanyakan kenapa.... aku malam ini, Ayah
nanti,jika aku sudah lelah
dengan kesendirianku
aku akan masuk
saat ini biarlah...... aku seperti ini
agar hatiku bisa cair
dari kebekuan dunia.




Ayu Larassaty :

IBU


Ibu....
kaulah wanita paling istimewa
karena engkau sudah menjagaku
dari aku masih kecil hingga sampai sekarang ini
bagiku ibu adalah segalanya

Ibu...
kau selalu berkorban untuk diriku
ke sana ke mari demi menghidupkan diriku
aku begitu kagum pada dirimu ibu

Ibu...
aku berharap engkau selalu ada
di sampingku
selalu menjagaku, menyayangiku
karena aku begitu sayang kepadamu, ibu
kau segalanya bagiku

Terima kasih ibu...
atas segala yang kau berikan kepadaku
semuanya tidak akan pernah aku lupakan
sampai aku mati
Ria Pratiwi :

WAKTU


Sejelang dengan kehidupan yang dilalui
detak jantung dan napas yang masih bermukim
bergerak, berfikir mengolah rasa untuk berbuat dalam perjalanan

Dia akan berakhir pada satu titik kulmasi
yang siapa pun tidak dapat mengetahui kapan akan terjadi
tapi hal itu pasti!
selagi dalam perjalanan dan melalui langkah yang pasti
renungkanlah apa yang ada dan yang sudah ada
dan yang masih belum ada
ucapan, tindakan dan rasa selagi dalam perjalanan
menuju dan menempuh langkah awal
yang pasti akan berakhir!

Sampai di manakah?
bagaimanakah?
untuk siapakah?
semua dalam perjalanan dekat ataupun jauh
hanya detak dan desah yang tersisa
ingatlah perjalanan akan sampai pada batas akhir!

Tunjukkan jalan bagi kami wahai yang maha menguasai perjalanan
ampuni kami...





Cerpen (Sabtu, 3 Desember 2011)


Wanita Itu Seperti Ibu
Cerpen : Nanda Rezeki Anisa 


J
arum sudah menunjukkan pukul setengah lima sore. Aku harus menambah kecepatan kereta untuk bisa sampai di rumah. Apalagi di rumah hari ini ada acara keluarga.
Melihat jalanan yang begitu tidak macet, kutambah kecepatan laju kereta. Saat kereta itu meleset, dari jauh aku melihat seorang Ibu menyeberang dengan tiba-tiba. Jelas saja aku panik dan mengerem kereta itu berhenti tepat seperempat meter dari Ibu itu berdiri.
Rasa dongkol, marah dan kesal bercampur satu. Biasa, aku paling gampang mengumbarkan kemarahan pada setiap orang yang sudah membuatku kesal. Tapi kali ini saat aku lihat dan bermaksud memarahi Ibu itu, aku tak sanggup wajahnya aku jadi teringat pada Ibu ku yang telah meninggal beberapa bulan yang lalu.
Meski tak tega memaki Ibu itu, aku yang biasanya sering marah kepada orang yang membuat aku kesal kini menggantinya dengan menasihati.
“Lain kali kalau mau menyeberang hati-hati ya, Bu! Lihat dulu kiri dan kanan. Kalau tadi ketabrak bagaimana?”
“Terima Kasih, Nak! Maafkan Ibu yang sudah membuat kamu panik, Ibu buru-buru.” Setelah ia melanjutkan jalannya sambil menenteng satu piring dan satu mangkok kosong. Ibu itu menuju warung yang terletak tidak begitu jauh dari jalan tadi.
Aku jadi penasaran apa yang sebenarnya kerjaan Ibu itu. Dugaanku, Ibu ini mungkin berdagang nasi soto atau jualan siomay. Bisa jadi dia jualan makanan yang lainnya.
Keinginan untuk secepat pulang jadi tertunda gara-gara aku mendengar dan melihat pertengkaran yang terjadi di warung Ibu di tempat Ibu itu masuk. Aku mendengar jelas suara Ibu tadi yang sepertinya tengah mempertahankan sesuatu.
“Jangan kau ambil uang itu lagi, Nak! Itu hasil dagang Ibu hari ini. Kalau kamu mengambilnya, modal untuk berjualan Ibu besok apa ?”.
“Ah, peduli dengan semua itu! Itu jadi urusan Ibu. Fadhli membutuhkan uang itu.”
Ibu itu masih berusaha mencegah anak itu menguras uang dalam laci, tapi sia-sia. Malah yang ada, Ibu itu terdorong jatuh dan anak itu tak menghiraukannya, ia pergi begitu saja.
Rasa kemanusiaanku tersentuh saat malihat Ibu itu terjatuh. Cepat-cepat aku mengampiri dan mengangkatnya bangun.
“Ibu tidak apa-apa?”
“Tidak, Nak! Terima kasih. Kamu belum kembali?”
“Belum, Bu! ‘Aku mendengar pertengkaran Ibu tadi. Itu tadi siapa?”
“Itu anak Ibu.”
“Kok tega sekali dia sama Ibu.”
“Ibu tidak tahu mengapa dia sering membuat Ibu seperti itu. Mungkin pengaruh lingkungan dan teman pergaulan.” Ibu itu melanjutkan pekerjaan mencuci piring. Saat sedang mencuci piring ia kedatangan beberapa pelanggan. Ibu itu terpaksa menghentikan cuci piringnya dan menyiapkan siomay buat pelanggannya.
“Anak itu namanya siapa ya? Sejak tadi Ibu belum tahu nama kamu.”
“Saya Ipan, Bu!”
“Nak Ipan makan siomay dulu ya di warung Ibu yang tidak seberapa ini, sekalian pernyataan maaf Ibu karena sudah membuat Nak Ipan dangkol, kesal dan marah tadi.”
“Tidak apa-apa, Bu! Saya mau pulang. Ada acara keluarga di rumah. Lain kali saja saya singgah dan mampir ke sini. Ini ada sedikit uang untuk mengganti uang yang diambil anak Ibu tadi, mohon diterima ya, Bu!”
“Lho, kok kamu memberi Ibu uang? Kamu tak ada berbuat kesalahan apa-apa sama Ibu.”
“Ibu terima saja uang yang ini!”
“Tidak, Nak! Ibu tidak boleh terima uang begitu saja tanpa tahu tujuan yang jelas.”
“Jujur saya prihatin melihat sikap anak Ibu. Lain dari itu, wajah Ibu mengingatkan saya akan almarhumah Ibu. Dulu saya juga anak yang bandel dan pernah melawan pada Ibu. Pada saat itu semua kesalahan belum tertebus dan saya belum bisa buat Ibu tersenyum akan prestasi-prestasi yang saya capai, Ibunda sudah meninggal. Saya merasa menyesal sekali, Bu! Kalau dunia dapat berputar kembali pada saat itu saya tidak akan mengecewakan Ibu saya. Maaf, Bu, saya jadi curhat.”
“Jadi itu alasan kamu tiba-tiba baik sama Ibu?”
“Maaf jika sikap baik saya buat Ibu tak terkenan dan salah.”
“Tidak ada yang salah. Ibu merasa heran saja. Tapi….!”
“Ibu terima saja uang ini ya buat menutupi modal berdagang Ibu.”
“Ibu akan terima asal kamu juga bersedia mencicipi siomay dan minuman yang ada di warung ini. Ibu siapkan dulu hidangan buat mereka yang telah menunggu lama.”
Setelah menghidangkan seluruh pesanan mereka, Ibu itu menyiapkan siomay untuk aku lengkap dengan secangkir teh manis dingin. Sambil menemani aku makan, sesekali kusempatkan bertanya tentang usaha siomay yang ia jalani.
Ternyata usaha Bu Nani sudah cukup lama berjalan dan langganannya lumayan banyak. Ibu itu juga pernah memekerjakan beberapa orang untuk membantunya. Sayangnya ia terlalu percaya dan menyerahkan juga urusan keuangan pada mereka. Tanpa sepengetahuan Bu Nani, seringkali uang yang dibayar pelanggan diam-diam diambil oleh pegawainya. Saat menghitung hasil penjualan, Ibu Nani merasa rugi. Padahal perhitungan sebelumnya ia merasa mendapat keuntungan. Karena tangan jahil pegawainya yang mengambil uang tanpa sepengetahuannya, ia terpaksa lebih memilih bekerja sendiri. Harapan dia terhadap Fadhli putra satu-satunya juga sirna karena anak itu lebih senang keluyuran dan tadi telah mengambil paksa uang hasil berjualannya.
Aku coba menghibur Ibu itu dan memberikan sedikit solusi yang bisa saja meringankan dia dalam menjalankan usahanya. Setidaknya ia tidak terlalu repot.
“Jika Ibu berkenan, saya akan bantu mencarikan orang untuk meringankan pekerjaan Ibu. Dari segi kejujuran, saya jaminan orang ini bisa dipercaya,”Ujarku berjanji.
“Terima kasih, nak! Tapi Ibu ragu bisa memberikan gaji yang pantas untuk orang itu. Apalagi uang Ibu sering diambil secara paksa oleh Fadhli. Andai saja bapak masih ada mungkin keadaan Fadhli tidak seperti ini.”
Wajah Ibu Nani menjadi berkaca-kaca. Mungkin teringat dengan suaminya. Dari nada bicara dan raut wajahnya bisa kutebak suaminya sudah meninggal. Kembali aku coba menabahkan hati Ibu itu untuk sabar menghadapi kelakuan putranya. Sabar juga dalam arti berusaha secara perlahan, tapi pasti untuk menyadarkan kelakuan putranya yang selalu menyusahkan dirinya.
Selesai melakukan semua itu aku segera permisi pulang. Apalagi petang sudah dating, aku harus segera tiba di rumah.
Sepanjang perjalanan, wajah Ibu itu terus hadir dalam ingatanku. Wajah yang amat mirip dengan wajah Ibunda. Juga perjuangan hidupnya. Aku jadi kepikiran untuk ziarah ke makam Ibu. Aku besok akan melakukan ziarah. Hitung-hitung melepas kangenku pada Ibu yang telah beberapa bulan tak kuziarahi.
Tiba di rumah, suasana sudah ramai, anak-anak Ayah, berserta cucu sekaligus keponakan telah ramai berkumpul. Hari ini adalah hari ulang tahun Ayah. Aku jauh-jauh hari telah menyiapkan kado spesial untuk Ayah. Aku berharap kado spesial dari aku membuat Ayah senang dan bahagia.
Setelah itu acara tiup lilin dimulai diiringi tepuk tangan serta lagu ulang tahun. Mata Ayah kelihatannya berkaca-kaca. Melihat foto Ibu yang ada di depannya, setelah itu Ayah meniup lilin yang melingkar di tengah kue bolu itu. Tepuk tangan pun mengiringi lilin yang telah ditiup.
Kemudian setelah ditiup lilin selesai, Ayah menerima salam anak dan keponakannya yang menyerahkan satu demi satu kado. “Selamat ulang tahun, Ayah. Hanya kado ini yang bisa Ipan berikan Ayah. Mudah-mudahan Ayah panjang umur, tambah bahagia dan sehat walafiat. ***

CORONG (Sabtu, 26 November 2011)


GEMA RAME
 Suyadi San


GEMA Rame, apa pula itu?
            Sedikitnya, 200-an siswa Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), Kamis (24/11) mengikuti Gema Rame di Balai Bahasa Medan, Jalan Kolam (Ujung) Nomor 7, Medan Estate, Percut Sei Tuan, Deliserdang.
            Lapangan bola voli milik instansi Balai Bahasa Medan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang belum pernah dipergunakan sesuai fungsinya itu jadi saksi perhelatan akbar di bidang bahasa dan sastra yang diberi tajuk Gema Rame. Gema Rame tidak lain kependekan dari Gemar Membaca Rajin Menulis.
            Konon, menurut Kepala Balai Bahasa Medan Prof. Dr. Amrin Saragih, MA, Gema Rame itu dimaksudkan untuk menumbuhkan minat baca dan menulis di kalangan masyarakat, khususnya pelajar.
            Masalah minat baca dan menulis sampai saat ini masih menjadi tema yang cukup aktual. Berbagai pertemuan ilmiah digelar untuk mendongkrak minat tersebut, namun belum memberikan suatu rekomendasi yang tepat bagi perkembangan yang signifikan terhadap minat baca masyarakat,” katanya ketika membuka acara tersebut.
            Kita bersepakat, permasalahan yang dirasakan bangsa Indonesia sampai saat ini adalah adanya data berdasarkan temuan penelitian dan pengamatan yang menunjukkan bahwa minat baca masyarakat Indonesia relatif masih sangat rendah.
            Ada beberapa indikator yang menunjukkan masih rendahnya minat baca masyarakat Indonesia. Rendahnya budaya membaca ini juga dirasakan pada pelajar dan mahasiswa. Perpustakaan di sekolah/kampus yang ada jarang dimanfaatkan secara optimal oleh siswa/mahasiswa.
            Demikian pula perpustakaan umum yang ada di setiap kota/kabupaten yang tersebar di nusantara ini, pengunjungnya relatif tidak begitu banyak. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia belum mempunyai budaya membaca. Sehingga wajar apabila Indeks Sumber Daya Manusia bangsa Indonesia juga rendah.
            Upaya menumbuhkan minat baca atau menulis, bukan tidak dilakukan. Pemerintah melalui lembaga yang relevan telah mencanangkan program minat baca. Hanya saja yang dilakukan oleh pemerintah maupun institusi swasta untuk menumbuhkan minat baca belum optimal.
            Agar bangsa Indonesia dapat mengejar kemajuan yang telah dicapai oleh negara-negara tetangga, tampaknya memang perlu menumbuhkan minat baca sejak dini. Sejak mereka mulai dapat membaca. Dengan menumbuhkan minat baca sejak anak-anak masih dini, diharapkan budaya membaca dan menulis masyarakat Indonesia dapat ditingkatkan.
            Gema Rame yang digelar Balai Bahasa Medan tersebut bertema “Peningkatan Peran Bahasa dan Sastra dalam Pendidikan Karakter Bangsa.” Maka, tujuannya tidak lain  menumbuhkembangkan kecintaan kalangan generasi muda Indonesia terhadap  bahasa dan sastra Indonesia dalam membangun jati diri dan karakter bangsa yang kuat menuju masyarakat mandiri, bermartabat, berdaya saing, kreatif, dan inovatif.
            Gema Rame yang konon dilaksanakan serentak pada November 2011 di 30 provinsi di Indonesia ini terdiri atas Lomba Baca Puisi dan Mengarang Siswa SD, Lomba Membaca Wacana Ilmiah dan Menulis Cerita Pendek (Cerpen) Siswa SLTP, serta Lomba Membaca Cerpen dan Menulis Esai Siswa SLTA. Selamat! ***

GELANGGANG SAJAK (Sabtu, 26 November 2011(


GELANGGANG SAJAK

Abdul Rahman :

BANGKITLAH IBU PERTIWI



bangkitlah ibu pertiwi
selama matahari masih bersinar
selama keringat masih menetes di pucuk rambut
biar tubuhmu dicaplok
biar kekayaanmu dirampok
bangkitlah garuda
harapan itu masih ada
berjuanglah bangsaku
ambil kembali tubuh itu

ini tanahku, pergi kau
ambil kembali hartamu
ini istanaku, pergi kau
jalan itu masih terbentang
walau jarak semeter
tidak akan pernah dapat ditempuh
tanpa satu langkah kecil





Novelya Siregar :

MAMA



Mama. . . kau segalanya untukku
Mulai dalam kandungan
Kau menggotongku
Hingga aku lahir ke dunia ini
                            
 Kau yang melahirkan aku
Kau yang merawat aku
Tiada peduli panas terik, hujan yang melanda
Kau tetap ada di sampingku

Matamu selalu melihatku
Bibirmu selalu melihatku
Tiada harapan sirna dari hidupmu
Semangat pantang menyerah selalu ada dalam hidupmu

Mama . . . aku sayang mama
Kau cahaya hidupku
Cahaya benderang yang selalu menyelimutiku
Dalam suka maupun duka                  

Kasih sayangmu sepanjang masa
Kasih sayangmu tak terhingga
Kasih sayangmu tak terbalas
Kau bagaikan tongkat dalam kehidupanku

Jika tongkat itu patah
Maka patah pula hidupku
Jika tongkat itu tetap utuh berdiri
Niscaya hidupku akan bahagia selamanya




Hapriyanita Ramadhani :

AKU BISA



Sepinya malam ini dinginku
Heningnya malam ini, teriakku
Tak kusangka kulewati ini semua
Tanpa dirimu, tanpa kasihmu

Tiap hari aku mencoba,
Hujan selalu menghapus jejakmu,
Bintang selalu menari dalam pikiranku,
Mengapa ini terjadi padaku,

Kapan ini akan berakhir,
Atau apakah aku akan selalu begini,
Mengemis kasih sayang dari dirimu
Selamanya?

Tidak,
Aku kuat  untuk ini semua
Aku yakin bisa melewatinya
Dengan diriku sendiri




MAAF



Waktu berjalan begitu cepat
tak ada yang bisa kulakukan
hanya terdiam di sini
terpaku di sini

mengapa sulit sekali
sulit sekali untuk berkata maaf
sulit untuk berkata aku menyesal
sulit mengungkapkan yang aku rasakan

seandainya air bisa mengantarkan pesan,
seandainya udara membawa penyesalan
tak mungkin beban ini kupikul terus
seumur hidupku

tapi kini kau telah menghilang
tak tahu aku harus mencari di mana
mungkin ini memang takdirku
hidup dalam bayang dosaku padamu


(Mahasiswi Psikologi USU)




Cerpen (Sabtu, 26 November 2011)


Pelangi di Mata Nana
Cerpen : Lia Elviana


Sejak kecil Nana diasuh oleh neneknya. Ibunya telah tiada saat Nana masih umur dua tahun. Ayahnya meninggal saat menerima telepon dari seseorang di kantornya, yang membuat penyakit jantungnya kumat dan tak bisa tertolong lagi. Saat itu Nana berulang tahun yang ke-13, ia melihat ayahnya terkapar di kantor tak bernyawa lagi.

Kondisi Nana semakin hari semakin parah, yang membuat nenek Nana terpaksa pindah. Ia lakukan ini agar Nana bisa kembali seperti dulu lagi. Segala cara sudah dilakukan neneknya, tapi itu tak berhasil. Sering Nana marah karena kesalahan sedikit saja, misalnya selai roti coklat yang dibuat neneknya sedikit, Nana langsung melempar roti itu ke lantai dan menginjaknya. Ia marah-marah dan pergi tanpa permisi kepada neneknya dan tak pulang semalaman.
Pagi pukul 06.45 Nana diantar neneknya ke sekolah baru. Nenek memandangi Nana dalam mobil, ia melihat cucunya itu tidak menyukai sekolah barunya. Nana memang tidak suka sekolah lagi sejak ayahnya meninggal. Ia menggangap sekolah itu adalah penjara kedua setelah rumahnya.
Pernah ia diasramakan oleh neneknya di pesantren. Tidak lama di pesantren, ia di keluarkan, semua guru telah kewalahan menghadapi sikap Nana.
Nana menginjakkan kakinya ke halaman depan sekolah dengan mengunyah permen karet. Ia terseyum melihat sekolah itu. Neneknya tahu pasti senyuman itu rencana baru yang ada di otaknya. Neneknya menarik Nana ke ruangan kepsek dan menyuruhnya membuang permen karet yang dimakannya, tapi Nana tidak peduli. Ia tetap saja mengunyah permen karetnya itu.
Jabatan tangan nenek Nana dan kepsekpun terjadi. Artinya, Nana resmi menjadi siswa baru di sekolahan itu. Nana didampingi nenek dan guru pergi menuju ruangannya. Di depan kaca jendela, neneknya memerhatikan Nana sejenak, untuk saat itu Nana masih diam dan belum berbuat apa-apa.
Neneknya berpamitan kepada guru dan menyarankan agar berhati-hati terhadap Nana. Nenek Nana telah menceritakan kondisi Nana yang sebernanya agar guru-guru di sana memaklumi sikap Nana. Semua guru mengerti dan siap menghadapi Nana jika sewaktu-waktu Nana berbuat nakal.
Pelajaran kedua telah selesai, jam istirahat digunakan oleh murid. Nana hanya mematungkan diri di kursi. Ia melihat situasi kelasnya saat ini cukup baik kenapa tidak, kini ia tidak repot-repot mengusir guru agar tidak masuk kelas. Semua telah telaksana, ternyata sekelompok murid di kelas persis sepertinya yang berandalan. Hanya berbeda, mereka masih mempunyai orangtua.
Ketika Nana sedang mengotak-atik hape, ia mendengar suara seseorang yang memanggil namanya. Ia melihat dan ternyata seorang murid sebangkunya ingin berkenalan. Gadis itu mengulurkan tangan dan menyebutkan namanya, yaitu Pela. Nana yang tak suka berteman mengacuhkan Pela, tapi Pela sabar menghadapi Nana.
Seminggu telah Nana masuki sekolah. Pela teman sebangkunya menunggu Nana, ia memberitahu Nana bahwa hari ini pelajaran Bu Melvi ada PR, tapi Nana tak peduli. Sering Nana marah-marah dengan Pela karena ia selalu mengajak Nana untuk belajar dan memberi contekan PR agar Nana tidak dihukum karena tidak mengerjakan PR.
Sebaik apapun pela, itu tidak membuat Nana berubah. Nana tetap saja tidak berterima kasih terhadap Pela yang sering membantunya di sekolah.
Suatu hari Nana mengikuti Pela pulang. Ia berniat menghancurkan Pela karena Pela selalu ikut campur urusannya. Ia ingin tahu tujuan Pela kenapa ia berbuat baik terhadapnya.
Ia mengamati gerak-gerik Pela. Ia melihat kondisi Pela setiap hari. Lama-kelamaan Nana sadar bahwa Pela berusaha untuk hidup, membiayai hidupnya.
Nana terus mencari informasi tentang Pela dari teman dan guru-guru di sekolah. Sekarang ia benar-benar mengerti kenapa Pela begitu.
Sudah lebih sebulan Nana mengamati Pela. Nana yang cuek terhadap Pela sekarang mulai mendekati Pela dan lebih ingin tahu Pela sebenarnya. Nana mengatakan kepada Pela bahwa ia ingin ke rumahnya. Pela kaget dan ia tersenyum mendengarkannya. Ia heran, Nana yang cuek, sering marah-marah dan benci kepadanya, sekarang ingin melihat rumahnya.
Pelajaran terakhir telah selesai saat bel berbunyi semua siswa berhamburan keluar dari kelas menuju gerbang. Siang itu matahari sangat terik. Wajah putih Nana mulai memerah. Lima belas menit kemudian angkot yang ditunggu datang, Nana dan Pela menaiki angkot tersebut.
Di perjalanan, Nana hanya diam. Sesampai di rumah Pela, Nana melihat kondisi rumah Pela. Ia tidak kaget lagi karna telah mengamati Pela selama lebih satu bulan. Nana menanyakan orang tua Pela, tapi Pela hanya tersenyum dan menjawab ibunya berada di tempat yang terindah nun jauh di sana.
Nana kaget mendengarnya, dari mana Pela bisa hidup sendiri di rumah yang sepi dan kotor seperti ini. Pela terseyum dan menceritakan kenapa ia masih bisa tertawa dan berusaha hidup,apalagi bisa berbuat baik kepada siapa saja. Itu dikarenakan kesalahan Pela yang membuat dia kehilangan orang tuanya.
Pela sama seperti Nana yang bandel dan tak mau mendengarkan orang tuanya. Sampai suatu hari ibunya sakit-sakitan, ingin sekali melihat Pela, tapi Pela tak ingin bertemu dengan ibunya. Ia tidak percaya bahwa ibunya sakit.
Hingga akhirnya saat ia pulang, ia melihat ibunya sudah meninggal. Ia menangis tapi ayahnya marah kepadanya dan mengusirnya dari rumah. Sejak saat itu Pela berjanji bahwa ia akan berubah demi arlmarhumah ibunya.
Nana tercengang dan mengusap air mata Pela. Ia mengajak Pela pergi ke rumah orang tuanya, tapi pela tidak mau. Nana mengatakan ia lakukan ini untuk ucapan terima kasih. Pela kaget mendengar itu, ia tidak mengerti maksud nana. Nana terus membujuk Pela tanpa menjelaskan maksudnya. Bujuk rayu Nana yang membuat Pela akhirnya mau pergi menemui ayahnya.
Sesampai di sana, Nana keluar dari angkot dan mengajak Pela masuk. Pela takut, bahwa ia akan ditolak oleh ayahnya. Tapi ketakutan Pela berubah jadi senyuman saat seorang bapak tua menyambut dan memeluknya dengan hangat. Ayah Pela mengatakan bahwa ia menyesal mengusir Pela. Ia berjanji akan menjaga Pela dengan baik.
Kini semua kondisi telah baik. Pela berterima kasih kepada  Nana dan memeluk Nana erat-erat. Tapi Nana mengatakan bahwa ia juga akan memberi kejutan lagi. Nana mengajak Pela pergi ke rumahnya.
Sesampai di rumah, Nana memeluk neneknya yang sedang menonton teve. Neneknya kaget melihat Nana yang meminta maaf atas sikapnya selama ini. Neneknya memeluk Nana dan menciumnya. Nana menceritakan kondisi Pela yang sebenarnya.
Nana berterima kasih kepada Pela karena ia telah menyadarkan betapa pentingnya hidup ini. Nana meminta tolong kepada neneknya agar mau membantu Pela dan ingin bertemu dengan ayah Pela.
Nenek, Nana, dan Pela pergi ke rumah Pela. Sesampai di rumah Pela, nenek Nana bertemu dengan ayahnya Pela. Ia berkata bahwa ia akan memberi modal kepada ayah Pela untuk membuka usaha dan akan membiayai sekolah Pela hingga Pela tamat. Ia juga mengangkat Pela sebagai cucunya seperti Nana.
Pela senang mendengarnya dan memeluk nenek Nana. Nenek Nana tersenyum dan Nana pun ikut memeluk Pela. ***

Berita (Sabtu 19 November 2011)


Minat Baca dan Tulis Siswa Melempem
Balai Bahasa Medan Gelar Lomba Gemarame


B
alai Bahasa Medan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia menggelar kegiatan Gemar Membaca Rajin Menulis (Gemarame) untuk menumbuhkan minat baca dan menulis yang tinggi masyarakat, khususnya di kalangan pelajar.
            Masalah minat baca dan menulis sampai saat ini masih menjadi tema yang cukup aktual. Berbagai pertemuan ilmiah digelar untuk mendongkrak minat tersebut, namun belum memberikan suatu rekomendasi yang tepat bagi perkembangan yang signifikan terhadap minat baca masyarakat,” sekretaris Ketua Panitia Gemarame Balai Bahasa Medan, Juliana, dalam siaran persnya di Medan, kemarin.
            Menurut mahasiswa program studi Linguistik Sekolah Pascasarjana USU ini, permasalahan yang dirasakan bangsa Indonesia sampai saat ini adalah adanya data berdasarkan temuan penelitian dan pengamatan yang menunjukkan bahwa minat baca masyarakat Indonesia relatif masih sangat rendah.
            Ia menyebutkan, ada beberapa indikator yang menunjukkan masih rendahnya minat baca masyarakat Indonesia. Rendahnya budaya membaca ini juga dirasakan pada pelajar dan mahasiswa. Perpustakaan di sekolah/kampus yang ada jarang dimanfaatkan secara optimal oleh siswa/mahasiswa.
            ”Demikian pula perpustakaan umum yang ada di setiap kota/kabupaten yang tersebar di nusantara ini, pengunjungnya relatif tidak begitu banyak. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia belum mempunyai budaya membaca. Sehingga wajar apabila Indeks Sumber Daya Manusia bangsa Indonesia juga rendah,” tukasnya.
            Upaya menumbuhkan minat baca atau menulis, ujarnya, bukannya tidak dilakukan. Pemerintah melalui lembaga yang relevan telah mencanangkan program minat baca. Hanya saja yang dilakukan oleh pemerintah maupun institusi swasta untuk menumbuhkan minat baca belum optimal.
            ”Oleh karena itu, agar bangsa Indonesia dapat mengejar kemajuan yang telah dicapai oleh negara-negara tetangga, perlu menumbuhkan minat baca sejak dini. Sejak mereka mulai dapat membaca. Dengan menumbuhkan minat baca sejak anak-anak masih dini, diharapkan budaya membaca dan menulis masyarakat Indonesia dapat ditingkatkan,” katanya.
            Untuk menumbuhkan minat baca dan menulis yang tinggi dari masyarakat itulah, Balai Bahasa Medan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan Kebudayaan Republik Indonesia mengajak kalangan siswa untuk mengikuti Lomba Gemarame) pada 24 November mendatang di Balai Bahasa Medan, Jalan Kolam Nomor 7 Medan Estate.
            Lomba Gemarame ini mengambil tema “Peningkatan Peran Bahasa dan Sastra dalam Pendidikan Karakter Bangsa.” Kegiatan  ini bertujuan menumbuhkembangkan kecintaan kalangan generasi muda Indonesia terhadap  bahasa dan sastra Indonesia dalam membangun jati diri dan karakter bangsa yang kuat menuju masyarakat mandiri, bermartabat, berdaya saing, kreatif, dan inovatif.
            Gemarame yang dilaksanakan serentak pada 30 provinsi di Indonesia ini terdiri atas Lomba Baca Puisi dan Mengarang Tingkat Sekolah Dasar, Lomba Membaca Wacana Ilmiah dan Menulis Cerita Pendek (Cerpen) Tingkat SLTP, serta Lomba Membaca Cerpen dan Menulis Esai Tingkat SLTA.
            Pendaftaran peserta berlanagsung hingga 22 November 2011 di Sekretariat Panitia, Kantor Balai Bahasa Medan, Jalan Kolam (Ujung) Nomor 7 Medan Estate. Dewan Juri yang terdiri atas sastrawan, seniman, serta peneliti bahasa dan sastra. Para pemenang akan mendapatkan uang pembinaan senilai total Rp11 juta yang akan diserahkan kepada seluruh kategori.
            ”Ok, tak perlu berpanjang-panjang kata. Yuk ikutan lomba ini! Jadilah satu dari sekian banyak orang yang mampu memberi manfaat lewat tulisan, lewat cerita-cerita penggugah minat baca. Jadilah pembaca yang cerdas!” ajak Juliana. (syd)